Total Pageviews
Translate
Saturday, December 29, 2012
Hukuman 20 tahun penjara bagi saya hanya 2 tahun Part 18
Setelah saya dijatuhi hukuman 20 penjara saya ditanya oleh hakim ketua;
“apakah keberatan dengan hukum yang dijatuhkan? Lalu saya berkata;
“bagi saya 20 tahun itu hanya 2 tahun karena proses demokratisasi di merupakan jalan menuju kemerdekaan Timor-Leste”
Setelah mendengar kata kata saya, hakim menutup proses persidangan tersebut dan saya pun langsung dibawa kembali ke penjara bekora saya tidak pernah merasa sedih atas hukuman tersebut karena bagi saya Rakyat Maubere ibaratkan berada didalam penjara. Karena rakyat tidak pernah diberi kesempatan untuk bebas memilih dan menyampaikan pendapat mereka tentang proses penyelesaian masalah Timor-Timur.
Sesampainya di penjara Bekora saya ditanya oleh seorang teman seperjuangan bernama Cidalio bertanya;
Mendengar hukuman 20 tahun penjara, Teman itu terlihat sedih dan memandang ke arah mata saya dengan air mata. Lalu saya memangil semua temen-teman yang bersama satu blok dan berkata kepada mereka tersebut;
“hukuman 20 tahun penjara itu hanyanlah dua tahun. Kita semua berharap agar proses demokratisasi yang diperjuangkan oleh kawan-kawan pro demokrasi di Indonesia dapat memberikan kesempatan kepada kita untuk bebas memilih pilihan kita untuk merdeka”.
Waktu itu perjuangan kawan kawan pro demokrasi di Indonesia yang dikomandai oleh para mahasiswa mulai turun ke jalan menuntut pengunduran Jendral Soeharto dan akhirnya Sang Jenderal pun mengundurkan diri dan digantikan dengan Ir BJ habibie dengan memberikan dua opsi bagi rakyat maubere untuk memilih “Otonomi atau Merdeka”. Ketika mendengar berita tentang dua opsi tersebut semua tahanan politik bergembira serta berteriak ‘viva timor-leste’. Rakyat Timor Leste telah berada di ujung jalan menuju penentuan nasib sendiri. Kebebasan telah berada ditangan rakyat maubere hanya tingal waktu yang dapat memastikan kemenangan rakyat maubere.
Angin reformasi membawa kabar gembira kepada seluruh pemuda rakyat Timor Leste, para mahasiswa, pelajar dan pemuda mulai mengorganisir diri di kampus UNTIM bersama para pelajar yang tergabung DSMTT untuk reformasi.
1. Keracunan Ikan dan Aksi Mogok Makan di penjara Becora
Dipenjara bekora kami para Tahanan Politik mulai mengorganisir diri untuk ikut menuntut pembebasan tampa syarat terhadap semua Tapol dan Napol serta memberikan dukungan kepada para mahasiswa pelajar dan pemuda yang sedang berdemo di Kampus UNTIM Kaikoli. Pertemuan yang berlangsung di BLOK 2 Komarka bekora itu berakhir dengan keracunan ikan akibat makanan yang disajikan pada siang itu. Ketika rapat sedang berlangsung saya melihat beberapa kawan yang sedang keluar masuk dan munta dan waktu itu ada teriakan dari luar BLOK 2 bahwa keracunan makanan beberapa narapidan telah dibawa ke klinik yang ada dalam penjara tersebut. Namun waktu klinik tersebut tidak dapat menampung para NAPI dan NAPOL yang keracunan. Untuk mengatasi keracunan tersebut kami semua membawa beberapa teman kami yang ada di klinik tersebut menuju kantos LP dengan meminta kepada kepala LP untuk membawa para napi atau napol yang keracunan ikan ke hospital. Permintaan tersebut tidak disetujui dan kami memaksa dengan mendobrak pintu gerban LP Bekora dan membawa para napi dan napol yang keracunan ke rumah sakit toko baru dili.
Waktu itu ada beberapa anggota BRIMOB dan SGI yang sedang berjaga disitu namun melihat keadaan tersebut dimana para napi dan napol yang membawa para korban keracunan ikan tersebut mereka membiarkan para napi dan napol keluar dengan memperhatikan saya apakah saya ikut keluar atau tidak. Namun waktu itu hari mulai gelap dengan kerumunan massa yang ingin keluar membawa para pasien saya juga ikut mengangkat seorang teman yang pingsan disebelah saya dan membawanya ke mobil tahanan Ambulance yang sedang menunggu dan membawa saya keluar dari penjara bekora saat itu. Ketika tiba di rumah sakit di bagian emergensi secara kebetulan saat itu dokter yang sedang bertugas adalah Maria do Ceo dan waktu itu saya meminta ibu dokter itu untuk mengunakan telepon dan saya diijinkan menelpon saya pun masuk dalam ruangan dokter tersebut dan menelpon ke Jakarta waktu yang menerima telpon di Jakarta adalah kawan Sa unar, saya hanya memberikann informasi tentang keracunan makanan yang terjadi di penjara bekora.
“kami sedang mencari kamu di sini rumah sakit ini;
” lalu saya berkata saya tidak akan lari dan dari tadi saya berdiri disini. Setelah itu SGI dan 4 anggota Brimob tersebut mengajak kami kembali ke LP bekora dengan mobil tahanan.
Hari pertama kami memulai aksi mogok makan tersebut saya dikunjungi oleh seorang suster untuk berdoa kepada saya dan semua tahanan politik yang melakukan mogok makan. Setelah berdoa suster tersebut berkata;
Dengan kondisi yang sangat lemah saya berkata kepada suster tersebut “kegiatan seperti ini juga harus dilakukan di luar penjara terhadap para pemuda dan pemudi yang ada diluar penjara agar mereka betul-betul dapat memahami perjuangan yesus kristus menentang ketidakadilan yang terjadi setiap kehidupan manusia”.
Setelah itu kami terus meningkatan aksi mogok makan dengan Tidak makan hanya minum air putih. Hari kedua kami masih bertahan dengan air putih sampai petang hari namun pada malam hari ada beberapa teman yang berterus terang kepada saya bahwa mereka tidak bisa melanjutkan aksi tersebut namun ada beberapa teman yang tidak mau berterus terang bahwa mereka tidak bisa bertahan. Namun pada keesokan harinya di hari ketiga saya mulai curiga dengan bertahan tiga hari mereka tidak merasakan sesuatu muka mereka tidak kelihatan pucak.
Memasuki hari ketiga tersebut saya mulai berhenti minum air putih dan hanya bertahan dengan premen yang diberikan oleh para suster yang datang mengunjungi kami. Sampai pada petang hari karena para teman teman tersebut masih kelihatan dalam kondisi stabil saya mulai melakukan pemeriksaan terhadap tempat tidur mereka dibalik kasur tipis dan tikar mereka saya menemukan biscuit,roti dan nasi putih dibungkus dengan plastic disembunyi dibawa pilo mereka. Dan mereka pun berterus terang kepada saya bahwa mereka tidak bisa bertahan tapi karena mereka melihat saya tidak makan maka mereka juga bertahan tapi hanya mengurangi makanan.
Pada hari ketiga saya masih bertahan dengan premen dan sedikit air putih sampai siang hari namun sore harinya saya mulai tidak mengunakan premen dan tidak minum air putih dan hanya tidur dan tidak bergerak sampai pagi dini hari saya mulai merasakan betapa kosongnya perut saya ketika saya tidak makan apa-apa dan saya tidak keluar dari tempat tidur karena kondisi sudah begitu lemah. Sampai pada jam 10 pagi saya berusaha untuk bangun dan keluar dari tempat tidur dan berjalan kearah jendela besi berdiri sambil berpegang pada jendela tersebut. Beberapa menit kemudian saya jatuh pingsan dan ketika sadar saya telah berada dirumah sakit Militer Wirahusada Lahane dengan infuse di sebelah tangan saya.
Di rumah sakit tersebut saya bertemu dengan seorang teman gerilyawan FALINTIL yang saat itu sedang dalam perawatan akibat baku tembak dengan TNI di wilayah barat Marobo teman tersebut bernama “Belanda” nama pangilan sebagai guerilyawan. Kami sempat berbincang beberapa menit namun setelah itu kami dipisahkan dan saya tidak tahu nasib teman tersebut.
“Belanda” akhirnya meningal dunia ketika terjadi krisis politik militer tahun 2006, menurut istrinya Belanda ketika saya membesuk anak-anak dan istrinya di Liquica pada akhir tahun 2009. Menurut cerita “belanda ditembak mati dibundaran Comoro ketika sedang mengantar para suster dari Dili menuju Liquica.
Setelah berkata demikian perwira tersebut menanyakan keadaan saya; Apakah saya sudah makan atau tidak. Lalu saya menjawab; “saya sudah makan”. Beberapa saat kemudian datanglah dokter TNI untuk memeriksa keadaan saya dan memastikan bahwa saya betul-betul dalam kondisi membaik untuk kembali ke penjara. Setelah pemeriksaan itu selesai saya dijinkan untuk kembali ke LP Bekora kawalan yang ketat dari para BRIMOB dan SGI. Sesampainya di LP bekora ruangan terpisah selama beberapa jam lalu dijinkan untuk kembali ke Blok I bersama para Tapol yang lain.
Hari pertama di penjara tersebut kami semua ditempatkan di sebuah ruangan besar dan itu menjadi tempat tidur kami. Keesokan harinya Danrem Tono Suratman mengunjungi kami dan berbicara dengan kami apakah kalian senang disini di penjara Balide ini? Kami semua diam dan dia Tono Suratman perwira tersebut bertanya kepada saya “akita kamu pasti pintar main catur biasanya orang komando itu pintar main catur untuk mengatur strategi penyerangan terhadap lawannya atau musuhnya.
lalu saya menjawab tidak begitu pintar tapi saya bisa bermain. Ok, nanti saya suruh anak buah mengantarkan dua catur dan dua gitar untuk kalian janji sang Danrem tersebut.
Hari berikutnya Danrem tersebut menyuruh anak buahnya mengantarkan catur dan gitar kepada kami.