Total Pageviews
Translate
Friday, December 28, 2012
Tentang Tama laka Aquita Nofi Part 11
Beberapa hari kemudian kami mulai bergerak dari Salao dengan berjalan kaki dengan mendaki pegunungan wilayah tengah menuju Buburako. Wilayah tengah merupakan tempat gerilya yang paling sulit bagi para gerilyawan untuk berjalan dari suatu tempat ke tempat lain karena disana kita harus mendaki naik turun setiap pegunungan dan sungai yang kita lewati kami berjalan dan bernyanyi dan berteriak ketika kami mendaki lorong gunung yang tinggi. Di setiap tempat dimana kami berhenti engtah itu ditepi sungai atau diatas bukit yang tinggi yang sangat jauh dari kampung atau penduduk kami melakukan latihan menembak dan latihan militer lainnya.
Setelah itu kami terus berjalan dan berjalan siang dan malam melintasi pegunungan wilayah tengah selama satu minggu. Ketika kami sampai pada sebuah pegunungan yang di kenal dengan pundak kuda (Kuda Kotuk) “corelheira Central” dengan membawa ransel yang berisi “reacao combate” dan kami memanjat di pegunungan yang tinggi sambil berteriak dan bernyanyi sampai ke puncak gunung. Disana kami beristrihat untuk mengontak para komando FALINTIL yang lain. Mereka datang dari Regiao II. Dari “coreilheira central” kami menuju Kulujaka dan bertemu dengan sekelompok FALINTIL di sebuah kampung dilereng gunung Kulujaka sekelompok FALINTIL bersama keluarga yang dipimpin oleh Atino Sidabutar dan mana Buirali, Atino adalah seorang anggota yang FALINTIL yang menembak jatuh DANREM Timor-Timur Sidabutar ketika sedang bepergian ke Baucau dengan Helicopter di wilayah Liaruka.
Dari liaruka kami berjalan menuju Buburaku untuk bertemu dengan Regiao II komandan Sabika dan para gerilyawan FALINTIL yang lain. ketika kami tiba di Buburaku sore itu, disana saya bertemu dengan Nilton Gusmao alias Herry, Nilton Gusmao yang waktu itu bersama komandan Sabika dan rombongannya juga tiba. Selain Nilton Gusmao komandan FRL bertanya kepada saya;
“kamu kenal dengan Pedro klamar fuik?”
“Mungkin kalau melihat wajahnya saya bisa kenal”.
Waktu itu saya bersama Nilton Gusmao dan seorang anak angkat komandan FRL bernama oan kiak membuat tempat tidur kami dengan bamboo dan ditutupi dengan tenda berhadapan dengan komandan FRL. Lalu saya bertanya kepada Nilton Gusmao;
“kamu kenal dengan Pedro Klamar Fuik?” tidak menjawab pertanyaan saya Nilton Gusmao berkata;
“kamu akan kenal sama Pedro Klamar Fuik ketika dia tiba disini”
Hari mulai gelap, ketika itu kami menyalakan lilin untuk menyerangi komandan FRL memperkenal saya dengan Pedro Klamar Fuik setelah memperhatikan wajah Pedro Klamar Fuik ternyata orang yang selama itu disebut dengan nama Pedro Klamar Fuik adalah Donaciano Gomes(Adanu). Komandan FRL menyerahkan Pedro Klamar Fuik untuk ikut menempati tempat tidur yang kami buat dari bamboo.
Keesokan harinya para pasukan FALINTIL mengadakan Formatura upacara penyambutan terhadap Pedro Klamar Fuik. Ketika itu Pedro Klamar Fuik menyampaikan pidatonya yang singkat dihadapan para gerilyawan dan masyarakat sipil yang disana saat itu. Sangat terharu dengan pidato singkatnya yang membangkitkan semangat kami saat itu. Karena jika perjuangan itu masih panjang kita masih memiliki pemimpin yang sangat diandal dalam perjuangan yang panjang menuju kemrdekaan.
Dari Buburaku kami menuju Waimori tempat dimana FALINTIL akan melakukan akontanisasi sesuai dengan kesepatan yang dilakukan dalam negosiasi antara pemerintah Indonesia dan Portugal di bawah PBB dan kesepakatan dalam pertemuan Intra-Timorenses AETD.
Beberapa minggu di Buburaku kami berjalan menuju Waimori tempat yang dipilih untuk menjadi basis acontonasasi FALINTIL regiao 1 dan 2. Di Waimori kami mulai bekerja untuk mempersiapkan segala sesuatu untuk perayaan hari jadi FALINTIL pada tanggal 20 agustus dan sekaligus persiapan untuk penyabutan dan perayaan kemengan atas hasil referendum pada tanggal 4 september 99. Karena berkeyakinan bahwa kemenangan telah berada ditangan rakyat ketika rakyat maubere diberi kesempatan untuk memilih merdeka atau otonomi.
Di waimori saya juga ikut aktif Orden do dia dan terus melakukan pekerjaan saya membantu asistente Samoro. Selain menbantu asistente Samoro saya ikut membantu Nilton Gusmao untuk ikut meng set up atau memasang parabola di Quartel Gerald an Quarter Regiao II dan III serta membantu Nilton Gusmao melakukan Online Radio FALINTIL di acontanisasi Waimori. Ketika saya ditugaskan untuk ikut mengkordinir acara perayaan HUT FALINTIL saya ditugaskan untuk mengontak para teman-teman artis Timor-Leste untuk ikut meramaikan acara tersebut. Lalu saya menulis sebuah “Guia de Marca” untuk sangar Le-Giaval dan beberapa Artis seperti Anito Matos, Helder de Araujo(matebian),Leopoldo Monis dan group Music dari Lahane Shmit bersaudara. Ketika mendekati hari H para tamu mulai berdatangan dan para artis itupun dating bersama kelompok sangar Le-Giaval dengan mengunakan sebuah Trek Etadep. Ketika itu saya saya harus berada di pos pertama untuk menjemput mereka, saya berada disana dengan beberapa anggota FALINTIL ketika itu kami melakukan pengecekan terhadap semua rakyat sipil yang datang ke waimori termasuk para tamu yang datang. Ketika trek Etadep itu tiba saya menyuruh tiga anggota FALINTIL untuk memeriksa. Di dalam trek tersebut ada dua orang yang bernama Antonio dos Santos Matos dan Helder de Araujo(Matebian). Saya berada di pos penjagaan dengan senjata laras panjang AR 15 dengan sebuah radio untuk memonitor radio pangilan. Sebelum ketiga anggota FALINTIL itu menuju kearah trek Etadep tersebut saya memerintahkan mereka dengan memberikan kedua nama dari semua orang yang ada di trek tersebut untuk memeriksa kedua orang yang bernama Antonio dos Santos Matos dan Helder de Araujo karena menurut informasi yang saya dapat bahwa mereka ikut meramaikan acara atau pesta milisi Aitarak di Dili.
Beberapa menit kemudian trek tersebut tiba dan ketiga anggota FALINTIL tersebut maju menuju arah trek tersebut dengan memangil kedua nama tersebut untuk turun dari mobil untuk diperiksa, saya hanya mendengar ketiga anggota FALINTIL memangil nama mereka tidak melihat kearah kedua orang tersebut namun ketika saya mereka turun dari trek tersebut kedua orang tersebut dipisahkan dari semua orang, lalu mereka melihat kearah saya dengan senyum namun saya tidak jawabnya dengan ketawa saya berpura-pura tidak kenal sama mereka. Para anggota FALINTIL yang tidak kenal dengan mereka terus melakukan pemeriksaan terhadap mereka.
Setelah selesai melakukan pemeriksaan mereka diperbolehkan masuk ke area acontanisasi FALINTIL diantar oleh saya dan seorang anggota FALINTIL menuju ketempat comandan FRL. Setiba ditempat Comandan FRL kami dipersilahkan masuk dan bertemu dengan Comandan FRL dan Lu-olo, lalu saya memperkenalkan kedua penyanyi local yang terkenal(Anito Matos dan Helder de Araujo-Matebian) dan sangar Le-Zeval kepada Comandan FRL dan Lu-Olo kami berbincangan Anito Matos melaporkan bahwa mereka diperiksa oleh para Anggota FALINTIL ketika mereka tiba di pos penjagaan pertama yang dipimpin oleh saya. Lalu Comandan FRL bertanya kepada Anito Matos dan Helder de Araujo; Komandan mana yang meminpin pos penjagaan? Anito Matos menjawab; “Aquita yang memimpin pos penjagaan pertama comandan” lalu comandan FRL menatap muka saya dan saya menjawab bahwa saya hanya menjalangkan tugas karena menurut informasi ada bahwa kedua artis penyanyi tersebut pernah ikut meramaikan pesta kelompok Milisi Ai-tarak. Lalu saya berkata kepada comandan FRL sebenarnya ketika mereka memandang saya dengan senyuman manis mereka ketika itu saya sudah mulai membalas denganm senyuman kepada mereka tapi karena tugas yah saya harus berprilaku seperti seorang soldier yang tidak mengenal mereka.
Wartawan asing Dari kedua kanan Sabika kulit besi asu, Falur Rate Laek, wartawan asing, Adjunto LINTEL
Sebelum acara perayaan HUT FALINTIL di mulai di Waimori kami para gerilywan pun diseleksi untuk mengikuti proses pendaftaran untuk mengikuti referendum. Bagi para gerilyawan yang tidak begitu teridentifikasi oleh Tentara Indonesia diwajibkan untuk mengikuti proses tersebut. Dari hasil seleksi yang dilakukan Chefe Estado Maior Taur Matan Ruak bersama 200 orang gerilyawan FALINTIL termasuk saya harus menetap di acontanamento tidak mengikuti pemilihan referendum.
Setelah acara perayaan HUT FALINTIL pada tanggal 20 agustus 1999, para tamu dan masyarakat sipil yang ikut merayakan acara tersebut kembali ke kota untuk mempersiapkan diri untuk mengikuti referendum pada tanggal 30 agustus 1999.
menjelang referendum 4 September 99 para milisi pro-integrasi dan TNI mulai mengancan dan melakukan intimidasi terhadap rakyat sipil. Kebanyakan pemuda/i dan rakyat sipil mencari tempat perlindungan ketika itu Waimori merupakan tempat yang dapat menjamin keamanan para rakyat sipil. Namun ketika itu tempat acontanisasi Waimori telah dikunjungi oleh kepala utusan misi UN. Dari kunjungan ketua misi UN tersebut memparkasai sebuah pertemuan antara pihak Pro kemerdekaan dan Pro-otonomi. Ketika dari pihak pro-kemerdekaan khususnya dari FALINTIL diwakili oleh Komandan FRL. Komandan diberangkatkan dari Waimori dengan pesawat helicopter menuju Dili pertemuan tersebut berlangsung di Matadoro Markas Besar UNAMIT. dari pertemuan tersebut komandan FRL rate menghimbau kepada seluruh rakyat Timor-Leste dan mengajak orang-orang Timor-Leste yang pro-otonomi untuk melihat kedepan masadepan bangsa Timor-Leste karena kemenangan telah ada ditangan rakyat Timor-Leste.