Total Pageviews

Translate

Friday, December 28, 2012

Tentang Tama laka Aquita Nofi Part 10

Rencana pelarian saya dari Penjara Balide
Beberapa minggu berada di penjara Balide saya mulai berpikir untuk melarikan diri dari penjara tersebut. Ketika itu telah terjadi penyerangan FALINTIL terhadap KORAMIL Alas yang dilakukan Comandante Regiao III Cruzeiro. Penyerangan tersebut menyebabkan kemarahan TNI melakukan penangkapan dan pembunuhan terhadap rakyat sipil yang tak berdosa. Untuk memperlancar pelarian saya, saya mulai bersahabat dengan petugas penjara Balide bukan orang sipil tapi seorang anggota PM (Polisi Militer) setiap hari pagi dan sore saya selalu bermain catur dengannya petugas tersebut namun sebelum bermain catur hal pertama yang saya lakukan di pagi hari adalah melakukan kebersihan dan membawa sampah keluar dari penjara. Hari pertama saya dijinkan untuk keluar dengan membawa sampah dikawal oleh seorang petugas sipil dari LP Bekora. Hari kedua saya tidak keluar tapi saya bermain dengan catur dengan petugas penjaga PM tersebut dan berbincang dengan BRIMOB yang bertugas untuk mengawasi kami di penjara Balide. Selama dua bulan antara bulan (November dan Desember) saya terus melakukan pendekatan dan menjalin hunbungan baik dengan para petugas PM dan BRIMOB tersebut.
Pada hari senin sore sekitar jam 05 sore sebelum petugas LP memasukan kami kembali ke sel saya melakukan kebersihan dan melakukan kompas terhadap sebuah pohon jambu air dan membersihkan daun daun tersebut. Sebelum petugas LP pergi saya memberitahukan petugas LP tersebut bahwa;
“Besok tolong pintunya agak pagi-pagi karena besok adalah tugas saya untuk melakukan kebersihan, saya harus mengeluarkan sampah”.
Keesokan harinya datanglah petugas LP tersebut dengan pada pagi hari sebelum pukul 06.00. pagi. Waktu itu saya telah siap untuk melarikan diri karena semua pakain saya telah kirim satu persatu selama masa persiapan. Ketika itu saya bangun pagi pagi sekita jam 04.00. dini hari langsung dan membangunkan seorang teman saya bernama Lino metan yang sebenarnya adalah seorang stafet yang saya percaya bahwa dia memiliki contact dengan Tuloda Alvez Wakil Secretaries regiao III.
Setelah membangunkan kawan Lino Metan saya bertanya kepada Lino;
“apakah kau mau ikut saya atau tidak?” waktu itu Lino sendiri bingun dan bertanya; kita bisa keluar dari sini?
Lalu saya berkata kepada Lino Metan; “kalau kau mau ikut saya lekas-lekaslah mandi karena waktu kita tinggal 30 menit”.
Kawan Lino pun langsung bangun dan menuju ke kamar mandi dan ketika dia mau ganti pakaian saya menyuruh dia untuk tidak memakai celana panjang biar keluar dengan celana pendek pakai sandal agar tidak dicurigai. Ketika waktu tiba petugas LP datang membukakan pintu sel tersebut saya menyuruh mengambil sampah yang saya buat dengan daun jambu air dan telah saya kumpulkan kemarin sore sebelum petang hari. Dan saya pun mulai menyampu dan mengambil sisa kotoran dari dalam dan kami berdua mengangkat sampah tersebut melewati petugas PM yang sedang duduk di depan. Ketika empat BRIMOB yang ditugaskan disitu sedang tidur saya hanya berkata dalam hati saya;
“Para arwah pejuang kemerdekaan yang tewas di medan pertempuran dan mati untuk bangsa Timor Leste lindungi kami dan bukalah jalan untuk kami berdua melewati Polisi BRIMOB yang sedang tidur”.
Dengan demikian saya meminta permisi kepada petugas PM tersebut dengan berkata; kami buang sampah dulu pak! Ok.
Habis buang sampah main catur lagi yah?
Yah pak.
Setelah kami keluar dengan sampah petugas dari LP Bekora tersebut mengikuti kami dan hanya menunggu di depan pintu tidak mengikuti seperti biasa sampai pada tempat pembuangan sampah dibelakang Penjara Balide. Setelah tiba di tempat pembuangan sampah saya berkata kepada kawan Lino Metan sekarang kamu ikut saya kita pergi ke suatu tempat. Kami memasuki Bairo Mascarinhas menuju kerumahnya Filomeno Fernandez sesampainya dirumah Filomeno Fernandez saya meminta Filomeno Fernandez untuk mengantarkan kami menuju ke tempat persembunyian Tuloda Alvez. Ketika sampai dirumah tempat persembunyian Tuloda Alvez kawan Lino Metan berkata kepada saya;
“Ini kan tempat persembunyian Tuloda Alvez! Lalu saya berkata kepada Lino Metan karena kamu pernah menjadi kurirnya maka saya mengajak kamu ikut saya”.
Setelah memasuki rumah tersebut beberapa menit dan bertemu dengan Tuloda Alvez telepon di rumah tersebut bordering komandan Falur Rate Laek ingin berbicara dengan Secretaris Regiao III Tuloda setelah berbicara dengan Comandante Falur Rate Laek Tuloda memerintahkan Tono Suratman(nama kode seorang kurir) untuk keluar dari rumah tersebut untuk memantau situasi dan mencari infor tentang pencarian terhadap pelarian saya dari penjara. Dan memerintahkan 03(nama kode) untuk mengontak Egas Lemos suami nya Mana Dulcia Horta untuk menyediakan sebuah transport mengantar saya menuju tempat Comandante Falur Rate Laek. Lalu Tulada menyatakan kepada saya Comandante Falur Rate Laek memerintahkan anda harus keluar dari Dili malam ini. Beberapa saat kemudian datanglah seorang Tiu Filomeno Gomez(ex tapol) bersama ibu saya ketempat persembunyian tersebut dan berkata kepada saya;
“Akita kamu harus memikirkan keluarga kamu lebih baik kembali ke penjara”
Waktu itu saya sangat marah dengan nasehat dari tiu Filomeno Gomez(Almarhun) tersebut tapi menahan kemarahan saya dan berkata;
“sekali saya melangkah keluar dari penjara tersebut saya tidak akan kembali, kecuali di tangkap lagi atau hanya peluru yang dapat membawa mayat saya kembali ”
Mendengar kata-kata saya Tiu Filomeno Gomez dan Ibu saya hanya diam dan menatap saya dengan diam. Lalu saya dipindahkan dari Lahane Bairo Alto menuju Gedung Negara untuk semalam lalu keesokan harinya kami melanjutkan perjalanan menuju Bualaka Soibada tempat persembunyian Comandante Falur Rate Laek bersama para anggota FALINTIL.
Keesokan harinya saya dijemput oleh 03 dan Egas Lemos dengan sebuah kijang pickup, dari gedung Negara kami menuju kearah barat. Ketika kami keluar dari tempat persembunyian saya diberikan sebuah Topi dan kacamata untuk dipakai oleh Egas Lemos dan saya disuruh duduk ditengah. Ada dua jalur yang harus kami pilih melewati Fatuhi berarti harus melalui depan penjara Becora atau pasir putih.
Egas Lemos bertanya kepada 03 jalur mana yang harus kita tempuh pasir putih atau fatuahi? 03 memilih pasir putih dan Egas Lemos setujuh mereka sepakat untuk mengambil jalur pasir putih tapi saya menolak untuk mengambil jalur pasir putih.
Lalu saya katakan kepada mereka kita ambil jalur Becora, Fatuahi menuju Manatuto. Ketika itu pemeriksaan begitu ketat di bagian barat Tasi Tolu dan Tibar sesuai informasi yang kami dapat dari Tono Suratman(informan Secretaris Regiao III Tuloda Alvez). Ketika kami sampai di Manatuto disitu ada pemeriksaan yang begitu ketat dilakukan tentara dan polisi di Mercado Manatuto. Dari jauh kami telah melihat ada pemeriksaan, karena duduk di tengah dan memakai topi dan kacamata saya katakan kepada Egas Lemos dan 03;
“Saya harus copot kacamata dan topi ini agar tidak dicurigai. Lalu saya katakan kepada 03 dan Egas Lemos jangan berhenti jalan seperti normal, jika mereka menyuruh berhenti kita harus berhenti, jika mereka hanya bertanya mau kemana kita jawab kita mau ke Laclubar dengan alasan-alasan yang dapat meyakinkan mereka. Lalu Egas Lemos bilang kita mau pergi monitor proyek di kribas dan kami pun terus jalan sampai ditempat pemeriksaan kami ditanya oleh tentara yang mendatangi kami dan bertanya;
“ mau kemana?” lalu 03 menjawab “kami mau lihat proyek di kribas”.
Mereka tidak minta kami untuk menunjukkan KTP dan akhirnya membiarkan kami melanjutkan perjalanan menuju Bualaca Laclubar. Melintasi pegunungan Laclubar menuju Bualaca saya merasakan perjalanan saya bagaikan burung yang terbang dan melompat dari satu pohon ke pohon yang lain untuk mencari tempat yang aman untuk membuat saram di tengah hutan yang bebas.
Matahari mulai terbenang hari mulai gelap ketika kami sampai di kampung Bualaca, kami berhenti sejenak ditepi jalan untuk menungu para stafet(Kurir Comandante Falur Rate Laek) yang datang menjemput kami. Kampung tersebut tidak jauh dari jalan raya. Sesaat kemudian datanglah para kurir dan seorang asisten comandan Falur Rate Laek bernama Maumesak untuk menjemput kami. Lalu Kami diantarkan ke kampung tersebut dan bertemu Comandante Falur Rate Laek.
Sekitar pukul 5.00 kami sampai ditempat dimana comandante Falur Rate Laek bersama pasukannya bermarkas. Pertemuan itu merupakan pertemuan pertama saya dengan comandante Falur Rate Laek, kami berbicara banyak tentang penangkapan terhadap saya, hukuman 20 tahun yang dijatuhkan kepada saya sampai dengan pelarian saya dari penjara Balide yang terkenal dengan Sel Maubutar. Comandante Falur Rate Laek juga menceritahkan tentang kisah nya ketika dia memimpin insureksi militer di viqueque bersama kelompoknya dengan membawah 79 sembilan pucuk senjata laras panjang setelah pembantaian Kararas.
Ely Foho Rai Boot (II comandante Regiao III) Falur Rate Laek (I Comandante Regiao III)Tuloda Alvez(Secretario Regiao III) 1 Adjunto Saudoso Tiger Cablaki Setelah berbincang-bincang tentang masa-masa sulit yang kami hadapi pada malam hari sebelum tidur saya dengan Comandante Falur Rate Laek bercakap-Cakap tentang BN(BRIGADA NEGRA) saya secara pribadi mengatakan kepada Comandante Falur Rate Laek Jika Suatu saat kita telah merdeka saya memilih sebagai warga Negara biasa(Vida Civil) Karena saya adalah Anggota Partai Socialist Timor(PST). Mendengar perkataan saya Comandante Falur Rate Laek menceritakan latarbelakangnya bukan Tropas Portugues FRL ;
“Saya tidak pernah masuk militer di jaman colonial Portugues saya seorang guru pembantu tapi situasi kita memaksa kita untuk menjadi militer dan kita harus siap untuk membela bangsa dan tanah air kita”.
Keesokan harinya kami mempersiapkan barang kami untuk pindah ke tempat persembunyian yang jauh dari Kaixa tempat dimana kami bertemu. Dari Kaixa kami menuju ke perkebunan yang harus berjalan dari atas gunung ke tepi sungai sekitar setengah kilo. Karena saya telah mengatakan bahwa setelah mencapai kemerdekaan saya lebih memilih menjadi rakyat biasa. Lalu saya ditugaskan untuk membantu asisten FRL kawan Samoro untuk menjawab semua surat. Saya mulai memperkenalkan diri dengan dengan Samoro bahwa saya adalah anggota PST yang ditugaskan untuk memimpin operasi BN(Brigada Negara) dari situ kami mulai berdiskusi banyak tentang perjuangan selanjutnya setelah Timor-Leste mencapai kemerdekan kami akan terus berjuang untuk suatu masyarakat yang adil dan makmur yaitu pembentukan masyarakat sosialis.
Pada suatu hari komandan FRL mendapat perintah dari Komandan tertinggi FALINTIL Kay Rala Xanana Gusmao untuk pergi ke Jakarta dan saya diminta oleh komandan FRL untuk mendampingi komandan FRL untuk pergi ke Jakarta. Namun waktu saya berkata kepada komandan FRL untuk mempertimbangkan keputusan yang akan diambil untuk pergi ke Jakarta dengan berkata;
“Komandan ketika saya ditankap dan melarikan diri dari penjara karena membawa 21 buah Bom dan dijatuhi hukuman 20 tahun, ketika komandan FRL melakukan insureksi(levantamento) di Viqueque dengan membawa lari 79 pucuk senjata ke hutan menurut hukum Indonesia adalah tindak pidana makar dan kita dapat ditangkap kembali dan dijatuhi hukuman mati atau 20 tahun penjara”
Bersama Asistente Samoro Regiao III Cruzeiro Namun waktu itu kami tidak berangkat ke Jakarta karena mempertimbangan beberapa hal tentang negosiasi masalah keamanan dalam proses negosiasi menuju referemdum. Dengan membantu asisten Samoro saya mulai akrab dengan Samoro. Saya memesang semua tulisan tentang PST untuk diberikan kepada Samoro terutama Manifesto Politik PST dan perjuangan PST setelah kemerdekaan. Dari manifesto Politik PST Samoro mulai belajar banyak tentang perjuangan PST setelah Referendum ketika rakyat memilih kemerdekaan. Bagi kaum sosialis partai politik bukanlah perahu yang dapat ditungani untuk mencapai kekuasaan melainkan tempat untuk menyatukan pemikiran dan kesamaan perspective dalam menbangun bangsa, dan kemerdekaan bukanlah tujuan akhir kemerdekaan suatu merupakan jembatan emas yang harus merupakan awal dari sebuah revolusi social menuju masyarakat sosialis. Dari pemikiran dan perspective demikian Samoro mulai aktif mengornisir PST di Aileu dan PST menjadi urutan ketiga di Aileu setelah ASDT dan FRETILIN.
Dua bulam kemudian saya bersama comandante pleton bernama Ramelito mendapat perintah dari Comandante FRL untuk pergi ke Kaixa ketika kami keluar dari tempat persembunyian untuk berjalan menuju kaixa saya diberikan sebuah pistol oleh Comandante FRL untuk menjaga-jaga apabila terjadi sesuatu saya dapat mengunakan pistol tersebut dengan menjaga diri. Namun ketika kami mendaki pegunungan saya merasa lelah dan tidak mampu berjalan dan beristrihat di sebuah tepi kolan , lalu saya berkata kepada Comandan pleton tersebut;
“Saya bersama stafeta ini beristrihat disini dulu untuk beberapa menit”. Sekembali dari kaixa saya tidak ditugaskan untuk piket malam para FALINTIL mulai mengkritik keadaan tersebut. Seorang guerilywan yang selama hidupnya hanya berada di hutan mulai complain;
"Kenapa Tama Laka tidak pernah menjaga atau piket malam? Comandante Pleton tersebut tidak biasa menjawab. Dia hanya berkata Tanyakan kepada Primeiro Comandante Falur Rate Laek.
Saya mulai curiga karena setiap kali saya minta ke sungai untuk mandi saya dijaga ketat oleh dua anggota FALINTIL yang selalu berasal dari bagian Timur. Para FALINTIL tersebut berasal dari Dili dan Alas. Dari situ saya mulai curiga sebenarnya ada apa!! Waktu itu agak kentara seperti isu-isu tentang bagian Timur dan Barat(lorosae dan loromonu). Dan ketika itu saya mulai berpikir untuk menjawab semua pertanyaan atau menetralisir setiap pembicaraan mereka tentang hal itu.
Pada suatu malam comandante pleton Ramilito memprakarsai sebuah pertemuan antara kami para gerilywan untuk melakukan kritik autokriktik, ketika itu Premeiro Comandante FRL sedang berada di kaixa. Pertemuan kritik autokritik tersebut terealisasi. Kami diberi kesempatan untuk bebicara satu persatu, setelah mendengar dari semua anggota FALINTIL yang lain tentang kritik mereka. Comandan Pleton Ramilito menjelaskan kepada mereka tentang posisi saya saat itu, setelah mendengar penjelasan tentang posisi saya. Saya diberi kesempatan untuk menanggapi;
Sebelum saya menangapi kritik dan keluhan yang disampaikan ijinkanlah saya untuk memperkenalkan diri saya. Sebenarnya Ibu saya berasal dari Baucau-Caibada dan bapak saya berasal dari Liquica-Bazartete, saya dapat memahami keadaan kita saat ini kita semua berasal dari berbeda-beda bahasa daerah tapi bahasa nasional kita memaksa kita untuk berbahasa satu dan bertanah air satu dalam memahami keadaan kita untuk berkonsentrasi dalam perjuangan kita menuju pembebasan nasional. Jika mulai hari ini, malam ini kawan-kawan menginginkan saya untuk ikut terlibat dalam piket malam bagai tidak ada masalah. Saya bersedia untuk ikut menjaga atau piket malam. Dan malam ini saya adalah orang pertama yang akan menjaga tapi itu tergantung pada comandante pleton Ramilito. Waktu itu comandante pleton Ramilito memutuskan dan memerintah saya untuk ikut berjaga malam untuk jaga malam dari jam dua belas sampai jam 3 pagi dan itu adalah perintah sebagai solder saya harus tunduk pada perintah comandan.
Di desa Bualaca bersama Comandante FRL dan pasukan FALINTIL saya bertemu dengan seorang warga Australia yang memutuskan diri untuk berjuang bersama FALINTIL di hutan. Warga Australia itu bernama Antonio Raul alias Niki Mutin, selain membantu asisten comandan FRL saya bersama Nikin Mutin ditugaskan untuk membuat peredam suara (Siliencioso) guna mempersiapkan gerilya urbana di kota dan mencari bahan-bahan untuk kembali merakit bom guna mempersiakan aksi militer selanjutnya jika negosiasi tidak berjalan sesuai dengan keinginan rakyat menuju selftdetermination.
Pada akhir bulan februari Saya bersama Niki Mutin dikirim ke Dili. Kami dijemput oleh stafeta FRL bernama Soimesak. Di Dili kami bersembunyi di tempat persembunyian FRL di Mota ulun Aitahan Belar untuk mempersiapkan dan merakit peredam suara dan merakit bom tapi di Dili kami tidak bisa menemukan bahan-bahan kimia untuk merakit bom. Kami hanya biasa merakit peredam suara dan kami bekerja dengan peralatan apa adanya, kami merakit 40 buah peredam suara dengan pipa aluminium.
Tempat persembunyian(Bungker) tersebut di bangun dirumahnya pai Jose, bungker itu dibangun di luar rumah bersama Toilet separuh dari bangunan tersebut digunakan untuk toilet dan separuhnya digunakan untuk kami bersembunyi.
Di Aitahan belar kami tingal bersama satu keluarga pada siang hari kami berada di dalam Bungker malam hari kami keluar dari Bungker untuk berkerja merakit peredam suara. Kadang-kadang kami tidak kembali ke bungker jika tidak ada informasi tentang keamanan yang mengancam keberadaan kami.
Pada bulan April ketika para milisi sedang melakukan apel siaga untuk menyerang para pendukung pro-kemerdekaan terutama para mantan pejabat propinsi Timor-Timur seperti Manuel Carascalao yang dipimpin oleh Komandan Milisi Ai Tarak Eurico Guteres. Waktu itu saya bersama Niki Mutin sedang berada di dalam bungker, ketika tuan rumah dating pada kami dan menyampaikan bahwa situasi tidak aman bagi kami, ketika itu semua orang yang tingal di kampung tersebut meningalkan rumah mereka dan pergi ke perkebunan di atas pegunungan untuk bersembunyi. Dirumah tersebut hanya tinggal kami bertiga bersama ibunya tuan rumah. Waktu itu saya sedang memasak Marotok masakan tradisional para petani dan rakyat maubere ketika terjadi perang dan mengunsi di seluruh hutan di pegunungan Timor-Leste. Niki Mutin telah kami bahwa ke atas loron gunung bersembunyi di dalam perkebunan yang dekat dengan Capela yang berada di puncak gunung. Ibu tua ibu dari tuan rumah tersebut berkata kepada saya;
“anakku kamu belum ikut Malae Mutin itu ke pegunungan untuk bersembunyi?”
Saya berkata kepada Ibu tua tersebut;
“saya tidak akan lari.”
Lalu saya berkata kepada ibu tua tersebut;
“Ibu kita berdoa saja agar mereka tidak menyerang rumah kita.”
Ibu tua tersebut menjawab perkataanku
“Anakku di Kabupaten Liquica rakyat yang mengungsi bersama para suster dan pastor sedang berdoa di dalam gereja para Milisi datang menyerang membunuh mereka”
Lalu saya berkata kepada ibu tua tersebut;
“ kalau begitu kita makan marotok dulu baru kita lari ke perkebunan di loron gunung”
Setelah berbincang-bincang dengan Ibu tersebut sambil menungu informasi selanjutnya saya mulai makan masakan maroktok yang di masak oleh saya sendiri. Setelah menghabisi satu piring saya mengikuti Niki Mutin yang telah dibawa ke lereng gunung untuk bersembunyi di dalam perkebunan. Setelah bertemu dengan Niki Mutin saya berkata kepada Niki Mutin;
‘Kita harus kembali ke bungker karena sangat terang bagi kita untuk berada di luar rumah, mereka para milisi tidak datang. Mereka para milisi hanya beroperasi di Tai-Besi wilayah kita Ai turi laran dan Mota Ulun Ai tahan Belar tidak termasuk daerah operasi mereka’.
Kami kembali tempat persembunyian kami dan Niki Mutin ikut mencicipi masakan tradisional maubere Marotok untuk menanti situasi kembali normal. Setelah itu kami mendapat perintah dari komandan FRL untuk kembali ke hutan setelah situasi kembali normal. Sebelum kami kembali ke hutan saya bersama Soimesak dan Niki Mutin harus pergi ke Kuluhun untuk mengontak Adjunto Tiger Kablaki. Setelah bertemu dengan Adjunto Tiger kablaki dari tempat persembunyian Tiger Kablaki kami mengunakan sebuah mobil kijang tertutup menuju kearah Manatutu dan kami menuju ke Salao. Kami tiba di Salao pada sore hari, ketika tiba di Salao kami menungu beberapa menit di sebuah rumah beberapa jam kemudian sekitar pukul 05 sore kami berjalan sekitar satu jam menuju tempat persembunyian komandan FRL bersama para anggota FALINTIL diatas pegunungan.
Ketika Kami tiba di tempat persembunyian komandan FRL sekitar setengah jam 6.30. disana saya bertemu dengan beberapa mahasiswa UNTIM yang ditangkap pada aksi perayaan 12 november 97 dan dipenjarakan bersama saya di Polres Dili dan penjara Bekora mereka melarikan diri kehutan bergabung dengan FALINTIL.